AKSELERASI SINERGI INSTANSI PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN YANG BERKEADILAN : PERSPEKTIF THE ICEBERG THEORY
OLEH : A. DJUAENI K.
Dewasa ini Pemerintah sedang giat-giatnya mewujudkan pembangunan yang berkeadilan. Untuk lebih memfokuskan perwujudan pembangunan yang berkeadilan, dan untuk kesinambungan serta penajaman Prioritas Pembangunan Nasional sebagaimana termuat dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas PembangunanNasional Tahun 2010. Pemerintah telah pula mengeluarkan Instruksi Presiden RI Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan.
Dalam Instruksi Presiden tersebut, antara lain diinstrusikan kepada para Menteri Kabinet Indonesia Bersatu II, Para Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Para Gubernur dan Para Bupati/Walikota untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing, dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan yang berkeadilan yang meliputi program :
1. Pro rakyat;
2. Keadilan untuk semua (justice for all);
3. Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals –MDGs).
Namun demikian, berdasarkan kajian awal di lapangan, pelaksanaan dalam mewujudkan pembangunan yang berkeadilan ini, Pemerintah antara lain menghadapi kendala yaitu belum efektifnya sinergi atau koordinasi antara Instansi Pemerintah.
A. Latar Belakang Masalah
Sebagaimana diketahui, bahwa Visi Indonesia 2014, adalah : Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera Demokratis dan Berkeadilan, dan Misi Indonesia 2014, adalah : Melanjutkan Pembangunan menuju Indonesia yang Sejahtera, Memperkuat Pilar-pilar Demokrasi, dan Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua Bidang. Oleh karena itu, agenda utama pembangunan nasional 2009 – 2014, meliputi :
1. Pembangunan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat;
2. Perbaikan Tata Kelola Pemerintahan;
3. Penegakan Pilar Demokrasi;
4. Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi;
5. Pembangunan yang Inklusif dan Berkeadilan.
Agenda utama tersebut, dituangkan dalam bentuk Triple-track Strategy, yaitu : Pro-growth, Pro-job, Pro-poor.
Masalah dalam sinergi atau koordinasi instansi pemerintah tersebut, tercermin dari beberapa indikator di bawah ini (LAN, 2011) :
1. Koodinasi lemah secara vertikal karena gubernur, bupati serta wali kota tidak lagi ditentukan dari pusat. Melalui proses demokrasi, rakyat pemilihlah yang menentukan. Mereka yang menduduki jabatan presiden, gubernur, bupati dan wali kota bisa berasal dari partai yang berbeda.
2. Chain of command untuk mengimplementasi kebijakan kerap terkendala. Sering terjadi kondisi dimana kepala daerah harus mendahulukan kepentingan rakyat pemilihnya daripada kepentingan pemerintah pusat. Apalagi bila ada kebijakan yang saling bertentangan.
3. Di daerah instruksi partai akan lebih dikedepankan daripada instruksi pemerintah pusat. Ini karena apa yang ditafsirkan sebagai amanah, mandat rakyat, serta janji kampanye bisa berbeda dengan garis kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat dalam tataran yang paling konkret.
4. Salah satu yang terimbas adalah para pelaku usaha. Mereka kerap harus menanggung konsekuensi dari lemahnya koordinasi antar instansi pemerintah. Bahkan kerap pelaku usaha yang “dipermasalahkan” oleh instansi lain dan bukannya instansi yang membuat kebijakan awal. Tentu ini akan berakibat pada kondisi yang tidak kondusif bagi iklim berusaha di Indonesia.
Sementara itu, Max H. Pohan (2011) mengemukakan beberapa tantangan dalam sinergi atau koordinasi Instansi Pemerintah, sebagai berikut :
1. Belum efektifnya implementasi PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
2. Kurangnya koordinasi pelaksanaan kebijakan pemerintah pusat dan daerah.
3. Kurang optimalnya kontribusi/dukungan pemerintah daerah dan sebaliknya
4. Belum sinkronnya rencana pembangunan baik vertikal (antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah) serta horizontal (antar sektor)
5. Adanya tumpang tindih atau duplikasi perencanaan antara Pusat dan Daerah
Beberapa tantangan tersebut, mengakibatkan pembangunan tidak efisien (biaya tinggi), dan tidak efektif (manfaat pembangunan tidak optimal), yang pada gilirannya akan menghambat terwujudnya pembangunan yang berkeadilan.
Oleh karena itu, pernyataan masalah atau problem statement dalam penulisan ini adalah akselerasi sinergi Instansi Pemerintah belum efektif sehingga pembangunan yang berkreasikan belum terwujud.
Uraian tersebut di atas, merupakan gambaran alasan mengapa masalah Sinergi Instansi Pemerintah dalam mewujudkan pembangunan yang kerkeadilan, sangat penting, dan sangat menarik untuk diteliti, serta perlu segera dipecahkan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan deskripsi masalah yang telah diuraikan, permasalahan penulisan ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan :
1. Faktor-faktor mendasar (mental models) apakah yang menyebabkan permasalahan Sinergi Instansi Pemerintah dalam mewujudkan pembangunan yang berkeadilan ?
2. Bagaimanakah strategi (leverage) akselerasi Sinergi Instansi Pemerintah dalam mewujudkan pembangunan yang berkeadilan ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian latar belakang, deskripsi, dan rumusan masalah, serta ruang lingkup penulisan tersebut, tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui tentang :
1. Faktor-faktor mendasar (Mental models) yang menyebabkan permasalahan Sinergi Instansi Pemerintah dalam mewujudkan pembangunan yang berkeadilan.
2. Strategi (leverage) akselerasi Sinergi Instansi Pemerintah dalam mewujudkan pembangunan yang berkeadilan
KERANGKA KONSEPTUAL
A. Konsep Sinergi atau Koordinasi
Berdasarkan uraian dalam deskripsi masalah, dari pengertian sinergi dan koordinasi, kiranya dapat dijelaskan bahwa bagian-bagian atau kegiatan-kegiatan yang secara koperatif berinteraksi, bermakna integrasi, sedangkan produktif bermakna efektif dan efisien. Oleh karena itu dalam penulisan ini sinergi memberi makna atau arti yang relatif dianggap sama dengan koordinasi. (Stoner dan Wankel, 1992), sebagai berikut :
Gambar 2.1 Peranan Sinergi
B. Pembangunan yang Berkeadilan
Pembangunan yang berkeadilan meliputi program : pro-rakyat, keadilan untuk semua (justice for all), dan pencapaian tujuan pembangunan milenium. Selanjutnya dalam Inpres RI nomor 3 Tahun 2010 Tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan, dijelaskan bahwa dalam rangka pelaksanaan program-program sebagaimana dimaksud,
1. Untuk program pro rakyat, memfokuskan pada :
a. Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga;
b. Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat;
c. Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro dan kecil;
2. Untuk program keadilan untuk semua, memfokuskan pada :
a. Program keadilan bagi anak;
b. Program keadilan bagi perempuan;
c. Program keadilan di bidang ketenagakerjaan;
d. Program keadilan di bidang bantuan hukum;
e. Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan;
f. Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan;
3. Untuk program pencapaian Tujuan Pembangunan Minelium, memfokuskan pada :
a. Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan;
b. Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua;
c. Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan;
d. Program penurunan angka kematian anak;
e. Program kesehatan ibu;
f. Program pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya;
g. Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup;
h. Program pendukung percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium.
Menurut Max H. Pohan (2011), untuk mewujudkan pembangunan yang berkeadilan atau growth with equity, diperlukan sinergi atau koordinasi atau sinkronisasi Master Plan Economy dengan Four Track Strategy, sebagai berikut :
Gambar 2.4. DUAL TRACK STRATEGY
Sinkronisasi Master Plan Economy dengan Four Track Strategy
PERSPEKTIF THE ICEBERG THEORY
System Thinking menyelidiki di bawah permukaan kesadaran untuk menyingkap pola, struktur, dan kerangka persepsi yang merupakan tiang pondasi dari kejadian di sekitar kita. Untuk alasan ini, System Thinking telah dikaitkan dengan suatu gunung es dimana tiga perempat setiap arti sesuatu berada di bawah kesadaran sebagaimana terlihat dalam gambar 3.2 di bawah ini.
Gambar 3.2 The Iceberg Theory
Dari tingkat pemikiran yang paling dalam itu, akan ditemui bagaimana struktur sistemik masalah, pola kecenderungannya, yang menyebabkan mengapa hal itu dapat terjadi.
Bertingkatnya pemahaman masalah juga akan menghasilkan perspektif pengertian yang bertingkat (level of understanding) pula dan akhirnya akan memunculkan pola pikir dan jenis tindakan (action mode) untuk mengantisipasinya. Pemikiran yang hirarkis itu akan menggambarkan pula tingkat ungkitan (leverage) dan masa berlakunya (fungsinya terhadap waktu). Tingkatan perspektif yang berbeda itu merupakan kunci pemahaman karena kita hidup dalam suatu kenyataan events oriented dan bahasa kita berakar pada tingkatan peristiwa.
Menanggapi suatu kejadian jauh lebih mudah ketimbang pola dan kecenderungan, struktur sistemik, serta mental models, meskipun kita tahu bahwa peristiwa itu sesungguhnya ditimbulkan oleh mental models.
FAKTOR-FAKTOR MENDASAR (MENTAL MODELS) YANG MENYEBABKAN PERMASALAHAN SINERGI INSTANSI PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN YANG BERKEADILAN
Keterangan Gambar :
Faktor-faktor mendasar (mental models) yang menyebabkan permasalahan Sinergi (Kelembagaan, Ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Aparatur) Instansi Pemerintah (Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota) adalah :
I. Mental Models, yang bersifat jangka panjang :
I.1 Mind Setting, yang meliputi persepsi, ego, dan kultur yang belum
berkembang, merupakan faktor-faktor mendasar yang menyebabkan
sinergi instansi pemerintah, belum efektif.
berkembang, merupakan faktor-faktor mendasar yang menyebabkan
sinergi instansi pemerintah, belum efektif.
I.2 Mind Setting, yang belum berkembang tersebut, pada gilirannya
mengakibatkan rendahnya komitmen dan kreativitas dalam
akselerasi sinergi instansi pemerintah.
mengakibatkan rendahnya komitmen dan kreativitas dalam
akselerasi sinergi instansi pemerintah.
Mental Models, antara lain persepsi dan ego mengakibatkan bahwa gubernur, bupati, dan walikota yang tidak lagi ditentukan oleh pusat ; bahwa Kepala Daerah memiliki kultur harus mendahulukan kepentingan rakyat pemilihnya ; bahwa persepsi, ego, dan kultur instruksi partai lebih dikedepankan daripada instruksi pemerintah pusat.
II. Systemic Structures, yang bersifat jangka menengah :
Disamping Mental Models di atas, belum berkembangnya berpikir holism dan interconnectedness, merupakan faktor lainnya, yang menyebabkan permasalahan sinergi instansi pemerintah, yaitu : masih terbatasnya pergeseran pikiran dari parsial ke berpikir secara keseluruhan, dan masih terbatasnya perubahan dari berpikir linear (sebab dan akibat) ke berpikir sistem (proses yang saling berhubungan dan ketergantungan) dalam sinergi instansi pemerintah.
III. Patterns and Trends atau Behavioral, yang bersifat jangka menengah :
III.1 Belum berkembangnya collective inteligence dan alignment
dalam sinergi instansi pemerintah, sehingga belum terbentuknya
: A group of people functionary together atau team building dan
team work
dalam sinergi instansi pemerintah, sehingga belum terbentuknya
: A group of people functionary together atau team building dan
team work
III.2 Belum berkembangnya dialogue, yaitu komunikasi yang
mendalam, dan memiliki tingkat dan kualitas yang tinggi dalam
sinergi instansi pemerintah.
mendalam, dan memiliki tingkat dan kualitas yang tinggi dalam
sinergi instansi pemerintah.
IV. Events, yang bersifat jangka pendek
IV.1 Belum efektifnya dan belum lengkapnya kebijakan berupa
peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan
permasalahan sinergi instansi pemerintah.
peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan
permasalahan sinergi instansi pemerintah.
IV.2 Struktur dan mekanisme organisasi, hierarki manajerial, aturan
dan prosedur serta mekanisme koordinasi yang belum efektif
dalam mewujudkan sinergi instansi pemerintah.
dan prosedur serta mekanisme koordinasi yang belum efektif
dalam mewujudkan sinergi instansi pemerintah.
IV.3 Adanya perbedaan-perbedaan dalam gaya kerja, orientasi dan
struktur.
struktur.
IV.4 Teknologi sinergi yang masih terbatas mengakibatkan
permasalahan sinergi instansi pemerintah.
permasalahan sinergi instansi pemerintah.
STRATEGI (LEVERAGE) AKSELERASI SINERGI INSTANSI PEMERINTAH DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN YANG BERKEADILAN
Strategi (Leverages) akselerasi Sinergi (Kelembagaan, Ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Aparatur) Instansi Pemerintah (Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota) adalah :
I. Leverages atau Pengungkit yang bersifat jangka panjang :
Meliputi :
1. Perubahan mind setting
2. Meningkatkan komitmen
3. Mengembangkan kreativitas
II. Solusi Creative, yang bersifat jangka menengah :
1. Mengembangkan holism dan interconnectedness, serta :
2. Mengembangkan :
a. Accepts Current Paradigm and Attemps to Extend It,
b. Rejects Current Paradigm and Attemps to Replace It,
c. Integrates Existing Paradigms to Create a New One.
III. Solusi Responsive atau Behavioral :
Behavioral Changes, yang meliputi : Team building; Team work;
Cross-cultural understanding managing diversity; mengembangkan
collective intelligence dan alignment; mengembangkan dialog.
collective intelligence dan alignment; mengembangkan dialog.
IV. Solusi Reactive yang bersifat jangka pendek :
Meliputi antara lain Technological Changes yaitu : automation, wireless connectivity. Structural Changes yaitu : work simplification, job enrichment, job description dan departmentalisation. Meningkatkan efektivitas mekanisme koordinasi yaitu :
1. Mutual adjusment (by co-workers in the operational core coordinate
each other) ;
each other) ;
2. Direct supervision ;
3. Standardization of work (through prosedures systems, etc.) ;
4. Standardization of output (through spesifications, targets, etc.) ;
5. Standardization of skills (through education and expectations of a
worker’s ability to fulfil a task) ;
worker’s ability to fulfil a task) ;
6. Standardization of norms (through a common set of beliefs of how
things are done or achieved).
things are done or achieved).
Solusi Reactive yang bersifat jangka pendek lainnya adalah meningkatkan efektivitas implementasi kebijakan dan mengembangkan kebijakan baru berupa peraturan perundang-undangan baik undang-undang, peraturan pemerintah maupun peraturan daerah dalam mewujudkan akselerasi sinergi instansi pemerintah :
1. Meningkatkan efektivitas implementasi PP No. 38 Tahun 2007
Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
2. Meningkatkan koordinasi implementasi kebijakan Pemerintah Pusat
dan Daerah.
dan Daerah.
3. Optimalisasi kontribusi/dukungan pemerintah daerah dan sebaliknya.
4. Meningkatkan singkronisasi Rencana Pembangunan baik vertikal
(antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah) serta horizontal (antar
sektor).
(antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah) serta horizontal (antar
sektor).
5. Menghilangkan tumpang tindih atau duplikasi perencanaan antara
Pusat dan Daerah.
Pusat dan Daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Actionable Learning A Handbook for Capacity Building Through Case Based Learning (Terrence Morrison, June 2001), Asian Development Bank Institute, Tokyo
Bintoro Tjokroamidjoyo (2004), From Goverment to Govermance, LAN, Jakarta
Galbraith, Jay R. (1974), Organization Design, The Institute of Management Sciences, New Jersey
Max H. Pohan (2011), Sinergi Pusat dan Daerah : RPJMN 2010 – 2014 dan RKP 2012, Diklatpim Tingkat II Angkatan XXX Kelas D, PKP2AI LAN Jatinangor, Sumedang
Mustopadidjaja A.R. (2009), Manajemen Proses Kebijakan Publik : Sistem, Proses, dan Stratifikasi, LAN, Jakarta
Senge, P.M. etal. (1994) The Fifth Discipline Fieldbook : Strategies and Tools for Building a Learning Organization, Currency, New York
Steven, ten Have. et. al. (2003), Key Management Models, Prentice Hall, London.
Stoner dan Wankel (1992), Management, Prentice-Hall, Inc. Englewood Cliffs, New Jersey
Weihrich dan Koontz (2005), Management : A Global Perspective, Mc Graw Hill Education (Asia), Singapore
Wheelen, Thomas L. dan Hunger, J. David (2000), Strategic Management : Business Policy, Prentice Hall, New Jersey
Whittaker James B. (1995), The Goverment Performance and Results Act of 1993 : A Mandate for Strategic Planning and Performance Measurement, Educational Services Institute, Arlington, Virginia
Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2010 Tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010
Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2010 Tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan
LAN, 2011, Penjelasan Tema Diklatpim Tingkat II Tahun 2011, Bandung
Mantap pak.
BalasHapuswww.teknokita.id